Tari datun Ngentau merupakan aspek kebudayaan yang ada dan dimiliki suku dayak Kenyah yang tumbuh dan berkembang dari zaman nenek moyang terhadulu hingga saat ini. Sejak zaman nenek moyang, masyarakat Dayak Kenyah selalu menghadirkan tari Datun Ngentau dalam upacara yang mereka laksanakan, hingga saat ini tari tersebut terus hadir selain sebagai bentuk penghormatan terhadap roh nenek moyang, juga sebagai upaya melestarikan kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Dayak Kenyah. Tari yang sangat berkaitan dengan upacara Mecaq undat yaitu tari Datun Ngentau. Tari ini selalu hadir dalam upacara Mecaq Undat karena meupakan media ungkapan syukur yang disampaikan masyarakat Dayak Kenyah atas hasil panen padi yang diperoleh. Kata datun ngentau diambil dari bahasa Dayak Kenyah, daun berarti menari, sedangkan ngentau berarti menyanyi, sehingga tari Datun Ngentau merupakan tari yang dilakukan dengan nyanyian. Dalam tari Datun Ngentau dapat ditarikan oleh pria maupun wanita dan jumlah untuk dapat menarikan tarian ini tidak ditentukan karena penarinya merupakan masyarakat yang ikut bergabung dalam lingkaran tari untuk menarikan tari Datun Ngentau ini dalam pelaksanaan upacara Mecaq Undat. Pada tari Datun Ngentau juga hanya terdapat satu orang yang bertugas untuk memimpin tarian dan nyayian dalam tari ini. Gerak yang dilakukan dalam tari ini yaitu berupa gerakan ayunan tangan serta hentakan kaki yang dilakukan bergantian kiri dan kanan dan melangkah maju ke depan oleh penari wanita. Penari laki-laki hanya melakukan gerak hentakan kaki secara bergantian kiri dan kanan dengan melangkah maju ke depan. Komposisi dan pola lantai dalam tari ini yaitu berbasis dengan membentuk lingkaran. Kostum tari yang digunakan dalam tari Datun Ngentau yaitu pakaian adat suku Dayak Kenyah yang terdiri dari sapai dan taa adalah pakaian untuk penari perempuan yang dihiasi oleh ukiran dari manik serta dilengkapi dengan tapung yaitu topi tradisional khas suku kenyah, rompi, uleng sabu yaitu kalung yang digantungkan di leher yang terbuat dari manik dan bebatuan warna warni, belaung adalah anting-anting yang digunakan di telinga oleh kaum wanita, leku merupakan gelang yang melingkar di tangan, dan beteng adalah sabuk atau ikat pinggang yaang terbuat dari manik warna-warni. Penari laki-laki mengenakan besunung yaitu baju yang terbuat dari kulit domba atau kambing, belavit merupakan baju lapisan di belakang besunung, cawat yaitu bawahan atau celana, serta terdapat beberapa kelengkapan tambahan yaitu beluko merupakan topi yang digunakan oleh penari laki-laki, uleng atau kalung, dan malat yaitu parang. Sejarah migrasi suku di Kenyah daerah Tabang, Desa Ritan baru. Mereka membawa kebudayaan salah satunya adalah tari Daun Ngentau, tari pergaulan yang ditarukan secara massal. Yang berarti tarian yang juga sambil menyanyi. Dalam tarian tidak dibatasi jumlah orang, termasuk tamu undangan. Secara gerakan sederhana menghentakan kaki dan melebarkan sayap. Ditampilkan dalam upacara Mecak Undat, tradisi pesta panen suku Kenyah yang memiliki beberapa subsuku salah satunya adalah Datun Ngentau. Kondisinya saat ini masih lestari dimana setiap tahun setelah panen padi maka juga diadakan tarian ini. Diadakan di tempat besar sifatnya kegembiraan dalam pesta panen yang menggambarkan keceriaan, kesenanangan, rasa syukur panen telah selesai dan mendapat banyak hasil. Kostum busana adat dari topi, baju, dan rompi sampai celana. Biasanya tidak memakai alas kaki. Durasi tarian ini tidak dibatasi waktunya. Lamin bagian sisi yang bertingkat, semakin banyak orang yang terlibat maka semakin lama durasi tariannya dengan gerakan melingkar. Gerakan hormat dilanjutkan dengan gerakan berputar. Sekitar 15-30 menit. Musik khusus yang mengiringi, alat musik Dayak yang paling kelihatan adalah Sape alat musik petik, Yatung Utang dari kayu yang dipukul, Gong yang dimainkan oleh 5 orang. Tarian ini ada penari inti yang memperagakan tarian, peserta bisa menjadi pakaian bebas. Untuk pakem dari bentuk tari dilakukan penarinya laki dan perempuan dan tidak dibatasi jumlah. Berada dalam komunitas Dayak yang desa cukup jauh dan terpencil. Untuk 20-30 tahun bisa relative aman. Dikhawatirkan generasi muda migrasi dengan pindah tinggal kota. Kekhawatiran perkebunan sawit dan tambang batubara juga bisa menjadi sawah berkurang. Seni diturunkan dari orang tua dan anak, ketika latihan biasa membawa anak, dan anak tersebut juga punya talent untuk tarian tersebut. Hal ini tidak menjadi khawatir. Khawatir anak tersebut sekolah ke kota dan perubahan mindset sehingga hal ini yang menjadikan tidak mau kembali ke desa. Datun Ngentau sebuah warisan budaya cerminan masyarakat, harapan menjadi perhatian pemerintah yang punya kekuatan dengan segara perangkat mempertahankan tarian ini, jangan hanya desa ini, bisa juga ditampilkan di daerah lain yang semakin luas.