Dalam Bahasa Jawa, puisi biasa disebut dengan geguritan, dan puisi ini biasa berkembang luas di kalangan masyarakat yang menuturkan bahasa Jawa. Geguritan (berasal dari bahasa Jawa, kata dasar : gurit, berarti ""tatahan"", ""coretan"") merupakan bentuk puisi yang berkembang di kalangan penutur bahasa Jawa. Geguritan berkembang dari tembang, sehingga dikenal beberapa bentuk geguritan yang berbeda.
Secara umum, geguritan dapat diartikan sebagai seni atau sastra puisi yang dituliskan dengan bahasa Jawa dan biasanya dibacakan atau dituturkan dengan tembang yang indah.
Geguritan sudah ada semenjak Indonesia belum merdeka dan masih berbentuk kerajaan. Geguritan biasanya merupakan karya para pujangga untuk menyindir para raja atau kolonialis yang ketika itu berkuasa.
Pada awalnya, geguritan hanya dapat dibuat oleh para pujangga-pujangga karena memiliki beberapa aturan tertentu yang harus dipatuhi. Tetapi saat ini pengertian geguritan telah berkembang menjadi sinonim dengan puisi bebas, yaitu puisi yang tidak mengikatkan diri pada aturan metrum, sajak, serta lagu. Siapa saja dapat membuat geguritan atau puisi dalam bahasa Jawa dengan berbagai referensi yang ada.
Saat membuat sebuah geguritan, biasanya sang pembuat akan menggunakan kata yang bermajas dan menggunakan sastra Jawa yang sangat diperhatikan sehingga para pembaca atau pendengar geguritan yang dituturkan, akan merasa terpukau karena kata-katanya yang terdengar indah.
Disebutkan di Wikipedia Indonesia, bahwa geguritan atau dalam hal ini puisi Jawa modern mulai muncul pada tahun 1929 di majalah Kejawen dengan terbitnya tiga buah judul geguritan. Pada tahun 1930-1940, terbit tujuh buah karya lainnya. Puisi Jawa modern sempat terhenti pada awal zaman pendudukan Jepang dan baru muncul kembali sesedah revolusi. Puisi Jawa modern ini dipelopori oleh R. Intoyo dan Subagiyo Ilham Notodijoyo.
Berasal dari kata Gurit yang berarti Coret. Guritan merupakan benda yangmenjadi coretan dalam bentuk tulisan. Sehingga yang sudah menjadi bentuk dari coretan yang banyak. Coreytan yang banyak menjadi Geguritan.
Pendapat para ahli maupun dari kamus Bahasa, ada yang berbentuk coretan, tulisan pada dasarnya sama. Hasil dari tulisan yang terkumpul jadi satu menjadi puisi. Bentuknya puisi dalam bahasa jawa. Guru Wilangan jumlah suku kata setiap baris, guru lagu diakhir vokal. Tradisi masih ada pedoman aturan yang harus dipenuhi.
Puisi Geguritan sudah tidak begitu memperhatikan Gguru Godro, Wilangan dan Lagu. Puisi Tradisional misalnya tembang. Tembang Dandangkulo dengan aturan seperti itu, tidak bisa aturan yang lain. Geguritan sudah bebas. Geguritan ada 2, Gagrak Lawas dan Gagrak Anyar.
Gagrak Lawas perkembangan dari Tembang masih ada aturan tertentu yang dipathui, semisalnya tembang satu baitnya, satu bait harus jumlah sama, minimal 4 baris.
Gagrak Anyar sudah bebas dalam bentuknya. Pasti menggunakan Sun Gegurit atau Sun Anggurit yang artinya saya menciptakan geguritan. Gegurutan Gagrak Anyar misalnya menggunakan judul Pawiyatan. Tema dalam Geguritan Lawas lebih ke arah nasihat tata krama.
Purwokanti juga diperhatikan dalam pembuatan Geguritan.
Untuk yang pertama kali tidak diketahui, untuk tahun 1929 sudah di majalah kejawen. Namun tidak diketahui juga isinya dan tokohnya Raden Istoyo dan Subagio.
Untuk ciri khas Surakarta sama dengan Geguritan yang berkembang di Jawa Tengah. Surakarta menjadi Pusat Bahasa Jawa, daerah lain malah mengacu dari Surakarta karena yang bahasa baku ada di Surakarta.
Untuk perkembangan Geguritan di masyarakat Surakarta, cukup baik, ada ajang kompetisi dari Umum yang dilaksanakan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta yang dilaksanakan tiap tahun, hanya 3 tahun terakhir mengalami penurunan tetapi di sekolah cukup digalakkan.
Tahun 2021, program Pemerintah Pusat, Revitalisasi Bahasa Daerah, untuk Jawa Tengah sudah melaksanakan dan puncaknya di festival dimunculkannya Ggeguritan.
Bengkel Sastra, pada tahun 2015 juga dari sanggar mengadakan perlombaan dari membaca Geguritan. Antusias dari masyarakat juga tinggi, Geguritan masih dianggap populer dibanding tembang.
Kekhawatiran mengenai Geguritan lebih sedikit. Harapan kondisi sekarang lebih baik untuk Geguritan karena lebih banyak peminat dari SD, SMP, SMA dan masyarakat. Di perlombaan, Geguritan lebih banyak. Ajang Revitalisasi menulis Geguritan juga membina siswa dan guru, malah lebih meningkat.
Untuk Kedepannya, dukungan dari pihak pemerintah yang terkait, seprti Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Pemerintah Daerah bisa lebih baik lagi.