Sejarah berdirinya “Langentaya Ngesti Budaya” Dusun Sorowangsan, Kalurahan Girikerto, Kapanewon Turi, Kabupaten Sleman bermula pada tahun 1947. Dua tahun sesudah kemerdekaan Republik Indonesia, sesepuh dusun dan warga Sorowangsan memiliki keinginan untuk melakukan pentas kesenian yang bertujuan untuk melestarikan kesenian yang telah menjadi kegiatan dusun. Pada tahun 1947, warga mendirikan paguyuban seni Langentayadi Dusun Sorowangsan, yang dipimpin oleh Kyai Amat Supiyo dan Kyai Irokarjo dengan pelatih Kyai Marto Maluyo.
Kesenian Langentaya adalah sebuah seni pertunjukan tradisional dengan konsep drama tari dimana seluruh dialognya ditampilkan dalam bentuk tembang, diringi dengan iringan gamelan. Cerita yang dibawakan biasanya adalah cerita babat majapahit. Nilai budaya penting yang tersirat dari kesenian Langentoyo adalah seorang anak tidak boleh melawan apalagi berani melakukan tindakan yang menyakitkan hati orang tuanya. Kesenian Langentaya juga mengandung ajaran adat sopan santun dalam bertutur kata dengan orang yang lebih tua dan para pemimpin. Adegan-adegan dalam langentoyo mengajarkan sopan santun seorang anak terhadap orang tuanya, menantu kepada mertuanya, hulubalang kepada Raja atau pemimpinnya. Kehidupan suatu negeri akan tenteram dan teratur apabila setiap orang bersikap, bertutur kata dan berbuat sesuai dengan kedudukan dan peran masing-masing.
Pada tahun 1960 Langentaya memasuki masa kejayaannya. Seni Langentaya sering dipentaskan bilamana ada warga yang memiliki hajatan seperti pernikahan, khitan, serta untuk memperingati Hari Kemerdekaan RI. Hingga tahun 2022 ini, pengurus kesenian Langentaya Ngesti Budaya merupakan pengurus generasi keempat. Adapun generasinya sebagai berikut.
Generasi 1 : Kyai Amat Supiyo dan Kyai Irokarjo
Generasi 2 : Kyai Somorejo dan Kyai Harja Winata
Generasi 3 : Kyai Mardi Winata dan Kyai Adi Saryono
Generasi 4 : Sunardi dan Heru Sutrisno