Pengalantaka merupakan acuan atau dasar penetapan purnama dan tilem yang tercantum dalam kalender Bali sebagai parameter atau pedoman untuk menentukan hari baik dan buruk. Penanggalan kalender Bali adalah penanggalan yang sifatnya konvensional, artinya dalam penentuan mencari hari baik tidak mutlak mengacu astronomi seperti kalender masehi (nasional), termasuk juga posisinya tidak mutlak mengacu pada kalender Saka Jawa, tetapi lebih pada perpaduan keduanya ditambah dengan pengetahuan tradisional masyarakat Bali yang membidangi hal ini, maka muculah istilah pengalantaka yang sifatnya “matematis, sistematis, giografis, dan religius” sebagai acuan utama bagi masyarakat Bali dalam menentukan hari baik. Dengan demikian pengalantaka ini dapat digunakan untuk menentukan hari baik dalam berbagai hal, seperti penggunaan pengalantaka dalam ritual keagamaan, pernikahan, pertanian, pembangunan, maritim, dan sebagainya. Keberadaan pengalantaka atau penanggalan kalender Bali merupakan suatu cara yang teratur dan disepakati untuk mengatur tentang rentan waktu yang tidak terbatas dalam daur dan hukum tertentu. Kegunaannya tergantung dari kesepakatan komunitas bersangkutan. Misalnya ada untuk daur musim, daur religius kehidupan manusia, dan sebagainya tergantung kesepakatan dari ikatan kebudayaan komunitas tersebut. Kalender merupakan suatu bentuk pengaturan komunitas kita dengan alam semesta. Dinyatakan demikian, karena dengan kalender dapat dipakai mengingatkan orang kepada sesuatu. Misalnya dapat mengingatkan apa yang terjadi di masa lalu, saat ini, dan di masa akan datang, sebuah bentuk ketidakberdayaan kita dalam melawan perputaran waktu yang diwujudkan dalam perhitungan-perhitungan. Akhirnya masyarakat sadar, kapan akan terjadi panas terik, kapan ada air yang melimpah karena musim hujan, dan sebagainya sehingga masyarakat dapat menentukan diri untuk turun bertani, kapan melaut, dan acara-acara lainnya.
Hasil Verval
Arti
Merupakan metode atau ilmu yang diperuntukkan untuk hari purnama dan tilem, masyarakat hindu di bali, ketika didalam melaksanakan upacara selalu berpatokan dengan purnama sehingga Pengalantaka diperlukan sehingga untuk perhitungan Purnama dan Tilem.
Berasal dari Waktu dan Simbol/ Alat.
Sejarah
Sumber tertulis tidak ada, diprediksi pada saat masuknya hindu di Bali abad 5 sampai 7. Dalam menentukan pergi berlayar atau panen, menggunakan arah angin dan cuaca sehingga diperlukan alat dan munculnya Pengalantaka. Adanya di lontar tidak diketahui secara spesifik, tetapi dijelaskan perallihan penentuan purnama dan tilem.
Penjelasan Sistem Pengalantaka
Diagram yang dibuat almarhum bapak I Gede Marayana, yang harus diketahui dasar ilmunya adalah buku berjumlah 30 dari Sinte hingga Watu Gunung, mengetahui Wawaran adalah hari terpendek dari Wariga menggunakan 2 wawaran yaitu Sapte Hari atau nama hari dan Pancaware atau humanis,, wage, pahing, kliwon. Sehingga siapa saja yang sudah menguasai dasar dasar Wariga bisa menggunakan diagram ini. Perhitungannya adalah Wuku, Wawaran, Penanggal adalah hari Tilem ke Purnama, dan Panglong adalah hari Purnama ke Tilem.
Didalam diagram berbentuk lingkaran dimulai dari Eka Sungsang, Dwi Tambir, Tri Tulawu, Catur Warige, Panca Pahang, Sat Bale, Sapte Kulantir, Aste Langkir, Nawa Wuye, Dasa Sinta.
Pengalantaka Eka Sungsang ke Kliwon digunakan sebelumnya, dari tahun 2000 untuk saat ini Eka Sungsang ke Pahing.
Garis kebawah adalah nama hari atau Sapta Ware, garis melingkar adalah nama wuku atau Sinta sampai Watu Gunung dan kembali ke Watu Sinta dan selesai.
Untuk keterangan tabel dibawah, merupakan penyesuaian penanggal. Idealnya dari Purnama ke Tilem adalah 15 hari, begitu juga dari Tilem ke Purnama, tetapi dalam Pengalantaka ada yang 14 hari yang dirumuskan dalam diagram tersebut. Dalam diagram berjumlah 1.890 hari. Untuk Purnama dan Tilem ada 64 Purnama dan 64 Tilem. Sehingga satu putaran beristilah nemu gelang.
Hambatan dan Masalah
Ketika ingin mempelajari, tetapi tidak mengetahui dasar Wariga akan menjadi sulit. Kita juga tidak akan tahu, apakah sistem Pengalantaka akan berubah, karena sebelumnya sudah 2 kali berubah. Ekasungsang ke Kliwon, Ekasungsang ke Pon, dan Ekasungsang ke Pahing. Untuk beberapa puluh tahun kedepan akan menggunakan kalender ini.
Perubahan hal ini belum pasti tergantung dari tokoh tokoh di Bali yang disesuaikan dari kondisi di Bali. Purnama dan Tilem secara Astronomis sudah pasti tetapi banyak factor yang belum diketahui.
Siapa saja yang mengetahui
Yang mengetahui Pengalantaka adalah ketika sekolah dapat mata kuliah Wariga maka akan dapat ilmu Pengalantaka, masyarakat di Bali yang ingin belajar maka akan terlibat juga dalam hal ini. Masyarakat awam yang tidak berkaitan dengan adat maka akan acuh dan cuek, tetapi masyarakat adat yang berkaitan dengan adat pasti akan belajar Pengalantaka karna akan berkaitan hari hari baik di Pengalantaka.
Situasi saat ini
Pengalantaka sudah dibukukan sudah ada, di setiap kalender juga dicantumkan diagram sehingga memudahkan masyarakat untuk mempelajari. Masyarakat bisa dibilang semakin berkembang, karena ada di buku dan kalender sebagai pedoman masyarakat di Bali.
Masyarakat di luar bali, biasanya ada kalender bali didatangkan secara khusus. Untuk belajar bisa dari buku Wariga dan melihat di sosmed, seminar, webinar mengenai Pengalantaka.
Kalender Bali, berbentuk banyak jenis, Purnama dan Tilem sama, yang membedakan adalah Pendewasaan atau Penentuan Hari Baik dikarenakan penafsiran dari penerbit yang berbeda beda.
Penentuan Hari Baik, identik keperluan dengan ritual atau upacara Pancayatne, seperti untuk menikah, potong gigi. Ada juga yang menggunakan Pandewasaan untuk kehidupan sehari-hari, seperti membeli suatu barang yang bertujuan awet dan tidak cepat rusak, ada juga ketika potong rambut, atau juga pertemuan yang mendatangkan orang banyak juga menggunakan Pandewasaan. Dengan maksud hari tersebut hari baik yang dipakai. Juga dengan perhitungan waktu jam yang dipakai sehingga pertemuan hasil yang dicapai lebih baik dan sempurna.
Harapan
Semoga ilmu Pengalantaka sebagai warisan leluhur berdasarkan kearifan lokal bisa tetap dilestarikan dan terjaga untuk generasi kedepan, karena wajib dipelajar dan dijaga agar tidak hilang. Untuk regenerasi sedikit yang mau belajar dan melestarikan ilmu ini, agar kedepannya tetap terjaga. Ilmu ini hanya ada di kampus Agama baru mempelajari hal ini yang menjadi catatan bagaimana Pengalantaka bisa terjaga.
Harapan ilmu Pengalantaka, berkaitan dengan bintang, ingin dibuatkan teropong Bintang yang berlokasi di Pojok Batu, agar melihat secara jelas Bintang dan mendukung ilmu Pengalantaka.