Hodo, Upacara Adat Memanggil Hujan dari Situbondo yang Tetap Lestari
Hodo merupakan kebudayaan khas Situbondo upacara adat “pemanggil hujan” yang telah ada sejak tahun 1800 an. Uniknya dalam kebudayaan upacara Hodo ada akulturasi dari budaya Islam, Jawa, dan Madura yang dijadikan satu dalam sebuah acara adat. Keunikan lainnya, Hodo hanya ada satu-satunya di Dukuh Pariopo, Desa Bantal, Kecamatan Asembagus Situbondo Jawa Timur.
Untuk dapat menyaksikan upacara Hodo, wisatawan dapat mengunjungi lokasi saat musim kemarau yaitu bulan Oktober – Desember.
Ketua Adat Hodo, Ke Neneng menceritakan, Upacara Hodo dilaksanakan dengan beberapa rangkaian acara ritual yang dilakukan oleh masyarakat Pariopo, seperti, bersemedi di goa Masali, Pesucen (menyucikan diri) di mata air Asta Cangkreng, Ber-qurban, Tumpengan dan terakhir acara puncak yang berlokasi di Batu Tomang.
Ke Neneng menjelaskan, para pelaku upacara biasanya mengenakan pakaian berupa odheng, selendang, gelang, dan sandal dari janur (Tarompa). Sedangkan alat musik yang digunakan untuk mengiringi “Pojhian Hodo” diantaranya adalah Gong, Gendang, Kening, Suling dan Karindhing.
“Dimulainya acara ditandai dengan iringan tumpeng yang diarak menuju lokasi BatuTomang . Tumpeng tersebut akan diletakkan ditengah lingkaran pelaku upacara yang kemudian dilanjutkan dengan melantunkan “Pojhian Hodo” diiringi alunan musik.
Diakhir upacara, biasanya pelaku ritual beserta seluruh wisatawan yang hadir akan diajak untuk menari serta menikmati tumpeng bersama, sebagai wujud kegembiraan menyambutakan datangnya hujan” terangnya kepada Times Indonesia
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Situbondo, Sofwan Hadi Menjelaskan, bedasarkan historis yang ada, kebudayaan hodo dimulai saat seorang tawanan Belanda (yang akhirnya menjadi pembabat alas) melarikan diri kedaerah Dusun Pariopo.
Melihat daerah Pariopo sangat tandus pada saat itu, mulailah pembabat ini untuk memintah ujan kepada yang Maha Kuasa dengan cara bersemedi disebuah goa yang dikenal dengan “Goa Masali”. Setelah persemedian selesai dilanjutkan dengan ritual upacara disebuah titik bernama “BatuTomang”.
Perlu diketahui bahwasannya “BatuTomang” dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai batu tungku karena bentuknya tersusun seperti tungku untuk memasak.
Tidak selang berapa lama dari upacara tersebut berlangsung hujan turun di daerah Pariopo tersebut. ""Sejak saat itulah upacara Hodo dipercaya untuk mendatangkan hujan,"" jelas Kepala Dinas Pariwisata Situbondo, Sofwan Hadi.
(
Sumber https://timesindonesia.co.id/peristiwa-daerah/193222/hodo-upacara-adat-memanggil-hujan-dari-situbondo-yang-tetap-lestari)