Tradisi lisan Lamut berasal dari Muangthai yang dilisankan dengan menggunakan bahasa Cina. Tradisi lisan Lamut datang ke Amuntai, Tanah Banjar pada tahun 1816 yang dibawa oleh para pedagang Cina. Raden Ngabei Surono Joyonegoro, seorang bangsawan dari Yogyakarta bertemu dengan pedagang Cina, pemilik kapal Bintang Tse Cay. Raden Ngabei Surono Joyonegoro melakukan pendekatan dengan saudagar Cina tersebut. Selama mengadakan pendekatan dengan saudagar Cina, Raden Ngabei sering melihat seorang saudagar Cina membacakan syair. Raden Ngabei lalu menanyakan kepada seorang saudagar Cina tentang syair tersebut.
Hubungan Raden Ngabei Surono Ngabei dengan saudagar Cina itu semakin dekat dan akrab. Kemudian saudagar Cina itu mengangkat Raden Ngabei menjadi saudara angkat. Raden Ngabei bersedia menjadi saudara angkatnya, tetapi dengan syarat saudagar Cina memberikan syair yang suka dibacanya. Saudagar Cina itu dengan senang hati menyerahkan syair yang suka dibacanya itu kepada Raden Ngabei. Setelah menerima syair itu, Raden Ngabei mengubahnya dengan menggunakan bahasa Melayu Banjarmasin.
Enam bulan kemudian saudagar Cina itu datang ke Tanah Jawi di Amuntai. Di sana Raden Ngabei membacakan syair itu di hadapan masyarakat Amuntai. Masyarakat Amuntai menyenangi syair itu. Syair itu lalu disebut syair Lamut atau Lamut.
Fungsi tradisi lisan Lamut adalah sebagai hiburan dan pengobatan. Yang tergolong tradisi lisan Lamut sebagai hiburan, antara lain (1) “Bujang Jaya”, (2) “Bujang Busur”, (3) “Bambang Teja Aria”, (4) “Prabu Awang Selenong”, (5) “Bujang Laut”, dan (6) “Bujang Sakti”. Sementara itu, yang tergolong Lamut pengobatan, antara lain “Raja Bungsu” dan “Kasanmandi” . Lamut “Raja Bungsu” dilantunkan jika ada orang yang menginkan mempunyai keturunan karena telah lama berkeluarga tidak mendapatkan keturunan. Lamut “Kasamandi” dilantunkan jika ada orang yang menginginkan mendapatkan jodoh. Di samping itu, masih terdapat Lamut lain yang berfungsi untuk mengobati sakit kuning, ayan, diguna-guna, dan kesurupan.
Lamut yang berfungsi untuk hiburan dan pengobatan mempunyai perbedaan dalam melantunkan. Lamut yang berfungsi untuk hiburan didahului atau dibuka dengan salam, sedangkan Lamut yang berfungsi untuk pengobatan dibuka dengan salam, permohonan doa kepada Allah subhanahu wata’ala, dan salawat kepada Nabi Muhammad solallahu alaihi wassalam. Kemudian jika akan melantunkan Lamut yang berfungsi untuk pengobatan diperlukan sesajian, seperti menyediakan kue sebanyak 41 macam, telur, beras, jarum, air gula merah, nasi putih dan nasi kuning, serta air santan. Sementara itu, waktu pelantunan kedua Lamut itu semalam suntuk, yakni dimulai setelah salat isya atau pukul 21.00 sampai dengan menjelang salat subuh atau pukul 04.00. Lamut hiburan dan Lamut yang berfungsi sebagai pengobatan dilantunkan oleh seorang dengan alat musik terbang atau tarbang dan tidak menggunakan pakaian seragam atau pakaian khusus. Selanjutnya, Lamut hanya dilantunkan oleh orang laki-laki.
Bentuk tradisi lisan Lamut sebagian berupa puisi tradisional dan sebagian berupa narasi. Tradisi lisan Lamut yang berupa puisi pada umumnya berupa syair dan ada juga yang berupa pantun. Sementara itu, nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi lisan Lamut, antara lain nilai pendidikan atau nasihat, tata kelakuan atau kehidupan masyarakat pada masa itu, dan adat-istiadat masyarakat pada masa itu.
Tradisi lisan Lamut pada umumnya diselenggarakan di dalam rumah. Tetapi, tradisi lisan Lamut juga dapat diadakan di balai, di gedung, di tanah kosong atau di pekarangan dengan menggelar tikar atau lesehan. Untuk tempat duduk peLamut dialasi dengan sebuah bantal atau benda lain yang kenyal agar duduk peLamut terasa nyaman.
Alat bantu yang digunakan dalam penyelenggaraan tradisi lisan Lamut adalah alat musik terbang atau tarbang. Pada waktu membawakan cerita, pelamut duduk sila dan alat musik terbang itu ditaruh di atas paha sambil dirangkul. Pukulan tarbang disesuaikan dengan kisah yang disampaikan. Misalnya, jika Lamut sebagai hiburan pukulan terbang tidak terlalu keras dengan nada pak ... pak ... pung. Berbeda dengan Lamut yang mengisahkan peperangan, pukulan tarbang lebih keras dan lebih cepat. Kemudian pada Lamut pengobatan, penanggap Lamut harus menyediakan sesaji yang berupa nasi putih atau nasi kuning, air santan, air gula merah, kelapa, telur, dan kue sebanyak 40 macam kue.