Setelah Nenek moyang orang Sumba yang datang dari luar masuk ke Sumba, mereka membuat pemukiman yang disebut paraingu atau kampung. paraingu umumnya dibangun di daerah perbukitan dengan memperhatikan unsur tanah dan sungai yang mempunyai fungsi sosial. Tanah dan air merupakan piring nasi dan mangkok air dari Marapu yang didewakan.
Paraingu mempunyai simbol antropologis. Tata ruang sebuah paraingu sebagai pusat pusat perumahan kabihu - kabihu berbentuk perahu sebagai penghayatan kesatuan dan kerjasama mereka dalam pelayaran panjang hingga tiba di pulau Sumba. Rumah rumah ditata berhadap-hadapan dan ditengahnya berupa halaman bersama. Rumah di depan pintu masuk disebut kambata sebagai simbol perahu bagian haluan. Rumah - rumah yang dibangun di bagian tengah disebut kania padua sebagai simbol bagian tengah perahu dan rumah yang dibangun pada bagian belakang disebut kiku. Bentuk ini sekaligus melambangkan empat arah mata angin yang dikenal dengan sebutan "kiku kambata, kania padua" dan mengandung filosofi keutuhan, kekuatan dan kesatuan sebuah paraingu.
Setiap paraingu memasang susunan kabihu secara berpasangan serta sejajar urutan bakunya. Sejajar, menandakan tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah, semuanya sama dengan fungsi yang berbeda-beda.
Orang Sumba menetap didalam paraingu dan melakukan aktifitas sehari-hari. Paraingu terdiri dari beberapa rumah, yang mempunyai sebuah rumah besar (uma bakul), yang merupakan tempat persekutuan, tempat pertemuan dan tempat mengadakan ritual-ritual keagamaan.
Orang Sumba Timur mempunyai pandangan bahwa alam semesta ini terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tana dita (alam atas), tana padua (alam tengah) dan tana wawa (alam bawah). Alam atas disebut juga awangu walu ndani (delapan lapis langit) yang dianggap sebagai tempat tinggal Na Mawulu Tau – Na Majii Tau (Yang Maha Pencipta) dan para dewa (ndiawa). Alam tengah disebut juga ina¬ ama (ibu-bapak), yaitu bumi tempat tinggal manusia dan makhluk hidup lainnya. Sedangkan alam bawah disebut juga tana walu ndawa (delapan lapis bumi) yang merupakan tempat tinggal para arwah nenek moyang (marapu) dan makhluk ¬makhluk halus lainnya. Alam atas bersifat suci, alam bawah bersifat tidak atau belum suci, sedangkan alam tengah merupakan gabungan antara keduanya. Ketiga alam tersebut walaupun berbeda, tapi mempunyai hubungan erat antara satu sama lain. Simbolisasi tersebut oleh orang Sumba Timur dinyatakan dalam arsitektur mereka dengan membaginya menjadi tiga bagian pula, yaitu ladi dita (lantai atas), ladi padua (lantai tengah), dan ladi wawa (lantai bawah).
Lantai atas digunakan untuk tempat persemayaman para marapu, karenanya dianggap suci dan disebut sebagai pangiangu marapu. Lantai tengah merupakan lantai panggung (kaheli) untuk tempat tinggal manusia dalam melakukan kegiatan sehari-hari dan juga upacara keagamaan. Sedangkan lantai bawah, yaitu bagian kolong rumah (buamangu) sebagai tempat binatang peliharaan, misalnya babi dan ayam.
A. Tana Dita, Awangu walu ndani
(alam atas, delapan lapis langit)
B. Tana Padua, Ina-Ama
(alam tengah, ibu-bapak)
C. Tana wawa, Tana Walu Ndawa (alam bawah, 8 lapis bumi)
Pandangan orang Sumba Timur tentang makro-kosmos, gambaran kedudukan manusia dalam alam semesta. Arah panah menerangkan bahwa bidang tengah (B) mempunyai peran yang sama terhadap bidang-bidang lainnya (A dan C), yaitu sebagai penengah atau perantara.
A : ladi dita (lantai atas)
B : ladi padua (lantai tengah)
C : ladi wawa (lantai bawah)
Orang Sumba Timur berpandangan bahwa manusia (tau), sebagai penghuni alam tengah yang hidup di alam nyata, tidak mudah mengadakan hubungan dengan penghuni alam atas maupun alam bawah yang merupakan alam gaib. Menurut kepercayaan Marapu, hanya manusia tertentu dari golongan atau klen tertentu saja yang dapat berhubungan dengan penghuni kedua alam gaib tersebut, dan harus di dalam rumah tertentu pula. Manusia atau individu yang dapat berhubungan dengan penghuni alam gaib itu ialah ratu (pendeta) dari kabihu ratu (klen pendeta). Melalui ratu yang berperan sebagai perantara inilah segala sesuatu yang berhubungan dengan alam gaib dilakukan. Untuk kepentingan tersebut ratu memimpin berbagai aktifitas upacara keagamaan (pahomba) yang dilaksanakan di uma bokulu.
Rumah Adat Sumba Timur biasanya terdiri dari 36 Tiang dengan 4 Tiang utama sebagai penopang yaitu :
1. Kambaniru Uratungu atau Tiang Marapu sebagai tempat pelaksanaan Hamayangu.
2. Kambaniru Andu luri – Andu Meti atau tiang kehidupan dan kematian
3. Kambaniru Andu uhu – andu wataru atau tiang kemakmuran
4. Kambaniru Andu Lii Lalei – Lii mangoma atau tiang kawin mawin