Kasada merupakan ritual adat suku Tengger. Kasada merupakan kelanjutan dari sistem kepercayaan masa prasejarah yang terfokus pada pemujaan arwah leluhur dan kultus Gunung Bromo sebagai pancering jagad (axis mundi-poros dunia). Kasada. Ritual Kasada berlangsung sampai dengan saat ini yang dilaksanakan setiap tahun. Jadi,realitas tersebut menunjukkan adanya keberlanjutan keyakinan keagamaan itu dan ketahanan budaya Wong Tengger. Kendatipun, lokasi ibukota Majapahit yang dekat dengan lokasi Wong Tengger dan Tengger sebagai vasal, wilayah kekuasaannya,Majapahit dengan kebudayaan dominannya tidak mampu mengubah keyakinan keagamaan Wong Tengger. Hindunisasi Tengger dengan menjadikan Hindu Bali sebagai pusat formalisasi Hindu sekalipun tidak mampu menggantikan keyakinan keagamaan Wong Tengger yang berorientasi pada Hong Pikulun atau Hong Ulun Basuki Langgeng. Tata peribadatan dan upacara daur hidup pun berbeda dengan Hindu Bali. Bahkan,ajaran Hindu diintegrasikan dalam tata peribadatan mereka dalam bentuk doaWong Tengger. Realitas yang muncul adalah Tenggerisasi Hindu dan memberikan pengayaan (enrichment) bagi agama Tengger (Bustami 2005;2007). Proses Tenggerisasi Islam berlangsung sampai saat ini yang bergerak dalam dua kontimum antara kecurigaan, ketegangan dan toleransi dan harmonisasi antarsesama keturunan leluhur Tengger (Raden Kesumo) dengan mengindentifikasi diri sebagai seketurunan Raden Kesuma Bahkan, dalam mantra Kasada dinyatakan sebutan leluhur Wong Tengger dengan Sunan Dumeling, Sunan Pernoto, dan Sunan Kesuma. Proses kasada diawali dengan niat, untuk melakukan purifikasi diri dan kosmos dengan menyajikan sebagain hasil panen (polo kependem, polo gumantung, polo ngerambat dan hewan piaraan) dyetempatkan di ongkek (wadah yang dipikul terbuat dari rangkain bambu).Kemudian,dilakukan Mulunen merupakan upacara mengusulkan calon dukun dan calaon-calon itu diuji untuk menjadi Dukun baru. Kasada adalah ritual pemberian kurban (ngelabuh dari keturunan R.Kesuma di kawah Gunung Bromo sesui dengan keyakinan keagamaam Wong Tennger. Kasada dilaksanakan seetiap tahun, mangsa asada, tanggal 14 bulan purnama. Kasada itu sama dengan sedekah bumi dan tanda syukur atas semua pemberian Tuhan Yang Maha Esa. Upacara itu didahului oleh rakantawang (purifikasi) yang dilaksanakan oleh individu, keluarga dan di setiap desa.Hong Ulun Basuki Langgeng merupakan rapal doa yang dibacakan oleh Wong Tengger. Wong Tengger Tosari melakukan prurifikasi setiap pagi dan setiap bulan dilasanakan setiap Jumat Legi. Jumat Legi sore hari dilaksanakan gebyok dan barikan di Punden Mbah Wiryono (Dukun Brangkulon).Purifikasi yang bersifat indidividual dilakukan dengan menguatkan tekad dan niat dengan memberikan sesaji dalam wadah takir(daun pisang dalam ukuran kecil) di melinggihtempat bersemayamnya roh-roh leluhur yang terletak di rumah wong Tengger . Wong Tenggermenyiapkan sesajen (banten) untuk Kasada itu terdiri atas gedang ayu , beras pitra , cawan yang dibawahnya diberi beras, pisang, dan kerambil (kelapa),gula jawa, rokok, dan kinangan (sirih, jambe, enjet) serta sari (uang kepeng).Sesajen ada yang berupa kerbau (mahesa) dan simbolisasi burung garuda Dukun memberikan mantra pada sesaji yang dibawa dalam ongkek yang selanjutnya dipikul oleh legen (pembantu dukun).Ongkekdibawake pasangrahan yang diyakinini sebagai kutukan mungal. Lokasi ini berfungsi sebagai upacara buka pintu masuk ke Segara Wedi (Lautan Pasir). Lokasi kutukan mungal atau pintu masuk bagi Wong Tengger Brangkulon Tosari adalah Pakis Bencil . Rute Kasada Wong Tengger Tosari dari Desa Sedaeng,Paledang, Podokoyo menuju Tosari terus menuju Kutukan Mungal. Wong Tengger dari Ngadiwono menuju Podokoyo selanjutnya menuju Tosari.Desa Kandega menuju Karangrejo menuju Ngadiwono selanjutnya meneruskan perjalanan menuju Podokoyo terus bertemu di Tosari. Sedang dan rombongan yang berkumpul di Tosari menuju Ponten semuanyamelalui Wonokitri. Wonokitri merupakan wilayah pertemuan Wong Tengger dari berbagai arah yang akan melakaukan ritual Kasada di Gunung Bromo dari semua desa sehingga kemacetan terkonsentrasi di Wonokitri. Selanjutnya, rombongan itu ada yang membawa mobil menuju ponten di Pura Poten Segara Wedi yang dismbolisasikan dengan Sanggar Surya ada mengikuti instruksi Kepala Dukun. Dukun Asta Brata nglukat (memberikan berkah kepada umat) dengan memberi tirta panglukat (air suci). Pujastuti para dukun untuk melantik dukun baru setelah mereka diuji (mulunen) sebagai tahapan berikutnya dan waktu malam dibacakan trisandya (tiga kesatuan)-ucapan, pikiran, perbuatan. Pada malam hari mereka melakukan mejaya-jaya (konsentrasi) dan sekitar pukul empat pagi para dukun melayani umat berdoa dengan Sang Hyang Bathoro Wisnu ingkang mlinggih ing Lor, ing Kidul, ing Wetan, Kulon,isor, duwur, tengah.Bopo Angkoso, Ibu Pertiwi, Bopo Adam, Ibu Hawa? . Kemudian, pada saat matahari terbit dilakukan ngelabuh ke Kawah Gunung Bromo.Di dalam kawah terdapat sejumlah orang yang berusaha menangkap korban yang dilabuh dengan alasan mencari berkah disebut marit.Setelah selesai ngelabuh mereka pulang ke rumah masing-masing dan melakukan pujan (pujian). Wong Tengger melaksanakan ngelabuh itu biayanya, ditanggung masyarakat dengan cara kuncup (patungan).Kuncup menguat dengan mengaktifkan seketerunan Kesuma, persembahan kurban (ngelabuh) untuk kepentingan bersama,pemenuhan ajaran (ngunduh wohing pekerti), yaitu nandur watu,thukul watu, nandur pari,thukul pari.Ajaran itu dikekalkan dalam bentuk karmapala (balasan setimpal tergantung amal dan perbuatan).