Lintang: -6.1773983
Bujur: 106.6396367
Merunut sejarahnya, pada abad ke 19-20 pemerintah kolonial Hindia Belanda gencar membangun teknologi dan infrastruktur di wilayah pinggiran Batavia, yaitu Tangerang. Pembangunan itu dilakukan karena untuk menyangga kebutuhan pemerintahan pusat di Batavia. Kebijakan pembangunan paling mencolok adalah membuat instalasi penjara yang dilakukan sejak awal abad ke-20.
Penjara ini selesai dibangun tahun 1927. Penjara ini punya luas sekitar 10.312 meter persegi di atas tanah seluas 26.610 meter persegi. Usai diresmikan, penjara ini sempat dikunjungi komunitas koloni Eropa yang dipimpin Ir. H.F.W Becking pada 14 Januari 1928.
Becking mencontohkan konsep pengawasan modern yang paling mudah terlihat, yaitu pada model rancang bangun penjara berbentuk kipas. Setiap kipasnya terdiri atas kamar-kamar tahanan yang berjajar dengan selasar yang ikut memanjang. Seluruh kamar narapidana memusatkan arahnya kepada satu menara intai (tower) di lapangan tengah.
Model ini merupakan satu contoh mekanisme pengawasan dan kontrol mirip desain penjara panoptikon yang dirancang Jeremy Bentham di Inggris tahun 1787. Desain ini cukup efektif memberikan kesan pada seluruh narapidana bahwa mereka seolah-olah senantiasa diawasi, baik ada maupun tak adanya sipir yang berkeliling.
Institusi penjara juga menjadi lembaga edukasi yang melatih para narapidana mempelajari berbagai kemampuan dan keterampilan mereka untuk menata kualitas hidup. Misalnya tulis menulis, ilmu keteknikan dan transportasi, membuat anyaman topi bambu, menjahit, olahraga hingga beladiri. Para pemuda ini juga diajarkan standar etiket bagaimana makan dan minum yang teratur, imbuh Mushab.
Dari beberapa sumber literatur yang ada, Penjara Pemuda sempat digunakan untuk tahanan para pejuang yang melawan pemerintah kolonial. Bahkan, anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Otto Iskandar Dinata sempat disembunyikan pasukan Laskar Hitam pimpinan Haji Achmad Chaerun dan Mochamad Mujtaba di penjara itu, sebelum dikabarkan dibunuh di Mauk, Tangerang.
Pada era 1965-an, penjara ini juga menjadi tempat penampungan sementara para tahanan politik yang terlibat gerakan 30 September atau G30S. Hampir ribuan tahanan politik hidup beberapa hari, minggu, bulan, dan tahun di penjara itu sebelum dibuang ke Pulau Buru.
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pemuda Kelas IIA Tangerang, Unit Pelaksana Teknis di bawah naungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Banten yang juga menjadi salah satu cagar budaya di Kota Tangerang. Lapas Pemuda Kelas IIA Tangerang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia, tanggal 16 Desember 1983 Nomor: M.03.UM.01.06 Tahun 1983 Tentang Penetapan Lembaga Pemasyarakatan Tertentu Sebagai Rumah Tahanan Negara. Dalam Lampiran II dari Surat Keputusan tersebut Lapas Pemuda Kelas IIA Tangerang disamping ditetapkan sebagai Lapas, juga sebagian ruangannya ditetapkan sebagai Rumah Tahanan Negara (Rutan).
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan tanggal 26 Juni 1985 Nomor E.PS.01.10. 10-116 Tentang Penempatan Narapidana, Anak Negara dan Anak Sipil, dinyatakan bahwa narapidana dewasa adalah narapidana yang berumur lebih dari 21 tahun. Narapidana Pemuda adalah mereka yang berumur antara 18 sampai dengan 21 tahun. Sedangkan Narapidana Anak adalah mereka yang berumur dibawah 18 tahun. Sedangkan berdasarkan Surat Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman Wilayah VII DKI Jaya tanggal 18 Pebruari 1984 Nomor : W7.A.UM.01.06.923.84, Lapas Pemuda juga dijadikan tempat penampungan narapidana yang berusia maksimal 27 tahun. Namun penetapan tersebut, pada saat ini tidak dapat dilaksanakan secara kaku, karena akhir-akhir ini ada kecenderungan makin meningkatnya jumlah penghuni di wilayah Banten, sehingga Lapas Pemuda Kelas IIA Tangerang oleh Pimpinan Wilayah di fungsikan sebagai Rutan yang notabenenya tidak mengenal pengklasifikasian ditinjau dari aspek umum.
Bangunan Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang dibuat pada tahun 1924 dan diselesaikan pada tahun 1927. Bangunan ini didirikan di areal tanah seluas 385.420 M2, dengan luas tanah bangunan sebesar 28.610 M2 dan luas bangunan sebesar 10.312 M2. Bentuk bangunan model Kipas, yang terdiri dari 6 (enam) blok yaitu blok A, blok B, blok C, blok D, blok E, dan blok F sebanyak 120 kamar yang sudah direnovasi dengan kapasitas 1.251 orang sesuai Standar Minimum Rules (SMR).
Lapas Pemuda Kelas IIA Tangerang memiliki tugas melaksanakan pemasyarakatan narapidana / anak didik. Dan untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Lapas menyelenggarakan fungsi: Melakukan pembinaan narapidana / anak didik; Memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil kerja; Melakukan bimbingan sosial / kerohanian narapidana / anak didik; Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib Lembaga Pemasyarakatan; dan Melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga.