Lintang: .0000000
Bujur: .0000000
Eks Rumah Dinas Residen Besuki menghadap utara yang berbatasan dengan Jalan Raya Situbondo/Jalan PB Sudirman. Rumah Karesidenan didirikan pada Tahun 18-5 oleh Ronggo Suro Adinegoro III, gelar Ronggo pada jaman Belanda semacam Kepala Polisi pada masa sekarang dan menempati rumah dinas. Rumah Karesidenan yang berada di Desa Besuki memiliki halaman yang luas berpagar tembok berpola gunungan. Sisi barat dari Rumah Residen Besuki adalah Kantor Polsek Besuki yang menjadi satu halaman dengan Rumah Karesidenan ini dan sisi timur bangunan terdapat rumah dinas Polisi dan tegalan yang ditanami pohon pisang dan pohon mangga di belakang bangunan terdapat pohon beringin yang sangat besar dan pada jaman Belanda belakang bangunan tersebut dipergunakan sebagai taman.
Rumah Dinas Residen berbentuk denah segi empat, beratap perisai dengan kemiringan tajam, hampir mendekati 45°, dengan penutup atap terbuat dari genteng dan seng (untuk teras )
Fasade depan bangunan, terdapat tiga pintu dan dua jendela yang letaknya berselingan. Satu pintu di tengah dan dua di ujung barat dan timur, sedang antara pintu terdapat jendela.
Beranda dan teras depan menyatu, dibatasi dengan pilar-pilar silindris pada masing-masing bagian. Batas serambi berupa pilar persegi pada tepi dan pilar silindris ditengah. Pilar berhias pelipit-pelipit pada bagian bawah dan atas, bagian kepala dan kaki pilar berbentuk persegi. Lantai serambi ditutup dengan tegel warna putih berbintik dan plafon terbuat dari lembaran-lembaran papan jati yang disangga dengan balok kayu melintang di bawahnya.
Bangunan eks Rumah Dinas Bupati ini berlantai dua, fasade depan lantai dua didominasi oleh bahan kayu model krepyak dengan beberapa bukaan (jendela) dengan model yang sama. Lantai dua ini posisinya tidak segaris lurus dengan dinding fasade depan, akan tetapi agak maju (di atas serambi). Dinding bagian bawah serambi atas berhias krawangan dan atas berupa langkan kayu.
Fasade samping barat dan timur hampir sama bentuknya, dibuat dalam bentuk simetris. Lantai bawah terdapat tiga buah pintu berjajar dengan bentuk, ukuran dan jarak yang sama, dan lantai dua terdapat tiga buah jendela dengan bentuk, ukuran dan jarak yang sama. Batas antara lantai satu dan lantai dua dihias dengan pelipit-pelipit yang melebar ke atas. Pintu terbuat dari kayu (jati), bagian atas bentuk krepyak dan bawah polos. Pintu yang tersisa hanya pintu ujung utara, sedang pintu-pintu lainnya sudah ditutup dengan bata. Ukuran pintu tinggi 2,5 meter, dan lebar 1,26 meter. Lantai teras samping selebar 3,15 meter ditutup abu-abu berukuran 4- cm x 4- cm.
Fasade belakang, kemungkinan sama dengan fasade depan, karena bagian lantai dua yang tersisa menunjukkan bentuk yang sama dengan fasade depan, didominasi oleh bahan kayu model krepyak dengan bukaan (jendela). Dinding papan di bawah krepyak berhias krawangan, bagian atas papan tertutup.
Tidak jauh dari rumah dinas, di sebelah barat terdapat rumah penjaga, berbentuk persegi, beratap pelana dengan gewel berbentuk segitiga pada bagian depan dan belakang. Pada dinding sisi utara dan selatan (depan dan belakang) terdapat pintu yang bagian atasnya berbentuk lengkung, dan sisi samping terdapat jendela dengan bentuk yang sama. Ukuran pintu tinggi 2,3 meter, dan lebar 1,-3 meter. Ukuran jendela tinggi 1,57 meter dan lebar -,8 meter.
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Bapak R. Bambang Prihantono, SE (Ketua Paguyuban Budi Luhur) bahwa sebenarnya Rumah Dinas Residen Besuki itu juga sebagai Kantor Residen. Oleh karena itu, tidak salah apabila ada yang menyebut rumah dinas residen tersebut dengan sebutan Kantor Residen Besuki.ngan tegel eras).
Bangunan eks Rumah Residen Besuki ini pada tahun 2-18 sudah dilakukan restorasi secara keseluruhan pada bagian-bagian yang rusak, sehingga kondisinya sudah seperti semula sesuai hasil kajian yang dilakukan oleh BPCB Jawa Timur pada tahun 2-18.
Karesidenan adalah pembagian administratif dalam satu provinsi pada Pemerintahan Belanda. Satu Karesidenan (regentschappen) terdiri atas beberapa afdeeling (kabupaten). Tidak semua provinsi di Indonesia pernah ada Karesidenan. Hanya di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan Bali, Lombok dan Sulawesi. Biasanya yang penduduknya banyak.
Kata Karesidenan berasal dari Belanda residentie. Satu karesidenan dikepalai oleh seorang residen. Di atas residen adalah Gubernur Jenderal yang memerintah atas nama Raja atau Ratu Belanda. Semenjak krisis sekitar 195-, tidak ada lagi karesidenan, tetapi tetap mempertahankan Kabupaten. Karesidenan sempat dikenal dengan istilah ‘Pembantu Gubernur’
Sejarah Kabupaten Situbondo tidak bisa dilepaskan dari sejarah Karesidenan Besuki. Sejarah Kota Besuki bermula dari diangkatnya Raden Bagus (RB) Kasim Wirodipuro sebagai demang pertama di Besuki. Kasim kemudian dikenal dengan nama Ki Pati Alos dan masyarakat Besuki menyebut Ke Pate Alos / RB Kasim yang dilantik menjadi Demang Besuki oleh Tumenggung Joyo Lelono yang berkedudukan di wilayah Kabupaten Probolinggo.
Dalam perkembangannya, pemerintahan pimpinan Ke Pate Alos, Besuki bertambah maju. Ke Pate Alos yang memimpin kademangan itu dengan berlokasi di Utara alun-alun Besuki atau dikenal sebagai ‘dalem tengah’ mendapatkan penghargaan dari Tumenggung Joyo Lelono. Ke Pate Alos kemudian dilantik menjadi patih Besuki pada Sabtu manis, 8 September 1764 M atau 12 Robiul Awal 1184 H. Dengan pengangkatan itu, maka status Besuki sebagai wilayah kademangan naik menjadi setingkat kabupaten.
Sekitar Tahun 1743, Belanda sudah menguasai Pulau Jawa, termasuk Karesidenan Besuki. Karena kelicikan dan tipu dayanya, Belanda berhasil membuat Tumenggung Joyo Lelono tidak berdaya. Sehingga Karesidenan Besuki dapat dikuasai sepenuhnya oleh Belanda.
Sekitar tahun 1798 Pemerintahan Belanda mengalami krisis, mereka kekurangan uang untuk membiayai pemerintahannya. Untuk menutupi kekurangan tersebut, pemerintah Belanda mengontrakkan Pulau Jawa kepada seorang saudagar cina muslim di Surabaya bernama Han Boei Sing. Diduga Belanda menggadaikan wilayah Besuki karena membutuhkan uang dalam jumlah banyak. Namun, belum ditemukan fakta berapa nilai uang yang diterima Belanda pada saat itu. Karena Besuki berada di bawah kekuasaan Han Boei Sing, maka ia mengangkat seorang wali dengan pangkat Ronggo di Besuki dan berlanjut hingga sekitar enam Ronggo.
Ronggo itu adalah pangkat. Pada saat Ronggo di Besuki dijabat oleh Suro Adiwijoyo yang juga Cina muslim, pada sekitar tahun 18-5, didirikan bangunan bersejarah di Besuki seperti gedung karesidenan dan kawedanan serta masjid Jamik. Sekitar 13 tahun sebelum tebusan itu dilakukan, Ke Pate Alos meninggal. Ke Pate Alos dimakamkan di Kauman Barat atau kampung Arab, Besuki.
Sekitar tahun 1881 – 1816 Raffles datang dan Inggris menggantikan kekuasaan Belanda serta menebus Pulau Jawa senilai 618.72- Gulden. Data dari catatan yang ditulis J. Hageman J. Cz. Dengan titel Soerabaia, Februari 1864. Kekuasaan Inggris tidak berlangsung lama. Setelah Inggris, Belanda kembali menguasai Pulau Jawa. Belanda kemudian mengangkat Raden Noto Kusumo, putra dan Pangeran Sumenep Madura yang bergelar Raden Tumenggung Prawirodiningrat I (± tahun 182-) sebagai Residen Pertama Karesidenan Besuki. Dalam masa pemerintahan Raden Tumenggung Prawirodiningrat I Belanda banyak membantu dalam membangun Kabupaten Situbondo, antara lain Pembangunan Dam Air Pintu Lima di Desa Kotakan Situbondo.
Setelah Raden Tumenggung Prawirodiningrat I meninggal , sebagai penggantinya digantikan oleh Raden Tumenggung Prawirodiningrat II (± tahun 183-). Dalam masa pemerintahannya Raden Tumenggung Prawirodiningrat II, banyak menghasilkan karya-karya luar biasa, diantaranya adalah berdirinya pabrik gula di kabupaten Situbondo antara lain PG. Demas, PG. Wiringinanom, PG. Panji, dan PG. Olean. Maka atas jasanya tersebut Pemerintah Belanda memberikan hadiah berupa “Kalung emas Bandul Singa”. Pada masa Pemerintahan Raden Tumenggung Prawirodiningrat II wilayahnya diperluas hingga Kabupaten Probolinggo, terbukti salah seorang putranya yang bernama Raden Suringrono menjadi Bupati Probolinggo.
Setelah Raden Tumenggung Prawirodiningrat II, meninggal dunia sebagai penggantinya adalah Raden Tumenggung Prawirodiningrat III (± tahun 184-). Sayangnya pada masa Pemerintahan Raden Tumenggung Prawirodiningrat III perkembangan Karesidenan Besuki kalah maju dibanding Kabupaten Panarukan, mungkin karena di Kabupaten Panarukan mempunyai beberapa pelabuhan yang cukup menunjang perkembangannya antara lain : Pelabuhan Panarukan, Kalbut dan Jangkar, sehingga pada akhirnya pusat pemerintahan berpindah ke Kabupaten Panarukan dengan Raden Tumenggung Prawirodiningrat III sebagai penguasanya.