Lintang: .0000000
Bujur: .0000000
Terdiri dari dua buah tugu lancip yang mengapit jalan raya (provinsi) penghubung Purbalingga – Pemalang, atau dalam tingkat lebih dempit yakni penghubung Desa Bobotsari dengan Desa Karangduren. Bentuk segi empat di bagian bawah, sedang di atasnya terdapat lis dan di bagian paling atas berbentuk limas segi empat panjang. Di masing-masing bidang limas terdapat segi tiga bergambar relief Kala Makara.
Bagian tengah terdapat relief Tumpal. Bagian ini merupakan hiasan yang ada di pinggang tugu atau sebagai dasar kerucut, tampak sudah bergaya modern. Terdapat relief seperti rangkaian daun waru yang distilir dengan rangkaian lingkaran, di tengahnya ada semacam bentuk tunas dan di atasnya seperti bentuk bunga mekar yang dipenuhi sulur serbuk sari.
Bagian bawah terdapat relief relief Budha dalam posisi salah satu mudra. Relief-relief tersebut berada di masing-masing sudut kaki berupa plesteran yang dibuat timbul atau bukan pahatan. Ukuran struktur masing masing tugu memiliki volume lebar : 15-Cm; panjang 155 Cm; Tinggi : 35- Cm.
Sejarah pembangunan Tugu Lancip berkaitan erat dengan program pemerintahan Bupati Purbalingga K.R.A. Aryo Soegondo yang memerintah pada tahun 1925 – 1949. Diceritakan bahwa kedudukan Kadipaten Purbalingga dalam pandangan Keraton Surakarta adalah sangat istimewa, sehingga K.R.A. Aryo Soegondo pun dimuliakan dan dijadikan sebagai menantu Raja Paku Buwono X di Surakarta, yakni B. R. A. Koesmartinah. Bahwa di dalam masa jabatannya itulah, bupati yang juga putra dari Raden Tumenggung Dipakusuma IV ini memprakarsai rintisan pelebaran jalan raya yang menghubungkan antara Bobotsari – Pemalang, dari jalan perkebunan menjadi jalan umum.
Meskipun tugu ini bukan dibangun pada zaman Indonesia klasik atau zaman babak Hindu – Budha, namun ornamen yang ada masih mengadopsi kebudayaan zaman tersebut. Pada bagian atas tugu terdapat relief motif kepala Kala makara. Kala Makara merupakan ragam relief khas pada bagian pintu candi di Jawa. Kala Makara menggambarkan makhluk mitologi penolak bala. Menurut Toto Endargo (2-16) pada candi khas Jawa Tengah-an, kepala makaranya berbeda. Yaitu tidak utuh. Hanya bagian kepala sampai bibir atas saja. Sementara makara candi Jawa Timur berbentuk lengkap. Sedangkan Tugu Lancip menggunakan makara Jawa Tengah. Praktis ini bisa menjadi salah satu bangunan khas Jawa Tengah. Beliau lebih lanjut juga menjelaskan, sepintas bentuk Kala Makara Tugu Lancip itu mirip dengan Kala Makara di halaman Candi Mendut (Magelang). Yakni bentuk kepala tugu yang berbentuk segi tiga. Dua mata yang melotot, hidung, dan gigi-giginya sama. Bedanya Kala Makara di Candi Mendut benar-benar batu yang diukir sedang di Tugu Lancip hanya sebagai relief hiasan. Relief di kaki tugu juga sangat khas terinspirasi dari arca di Candi Mendut. Terdapat relief Budha dalam posisi salah satu mudra yang mengartikan samadi "Dhyana Mudra". Mudra dengan satu kaki menjuntai ke bawah hanya ada di Candi Mendut. Di Candi Prambanan, Borobudur, Pawon, belum ditemukan posisi mudra dengan satu kaki menjuntai ke bawah. Bedanya, di Candi Mendut posisi tangan menunjukkan sang tokoh sedang memberi pelajaran tetapi yang ada di Tugu Lancip posisi tangan justru sedang semedi atau sedang meditasi. Bagian yang berada di bagian tepi terdapat Tumpal sebagaimana candi, adalah ragam hias yang berfungsi sebagai pembatas atau sebagai hiasan antara. Digambarkan Tugu Lancip memiliki tiga tingkatan sebagaimana candi Hindu-Budha. Pada candi Budha dikenal dengan 1. Kamadathu (Bawah) 2. Datu (Tengah) 3. Arupadatu (Atas). Sedangkan Candi Hindu 1. Svarloka, 2. Bhuvarloka, 3. Bhurloka. Bangunan bebrbentuk Lancip /Runcing menjulang ke atas, menggambarkan atau sebagai simbol bahwa semua agama pasti menuju kepada Tuhan Yang Maha Esa.