Lintang: .4942770
Bujur: 101.4538180
Deskripsi Arkeologis : Berbentuk seperti hati, pada bagian tengah terdapat sekuntum bunga yang dihiasi empat buah batu permata berwarna merah jambu keunguan dan sebuah batu menyerupai batu intan. Sedangkan pada bagian pinggir terdapat hiasan sulur-sulur dan bulatan-bulatan timbul. Terdapat rantai sebagai alat pengikat caping di pinggang sepanjang 54,5 cm. Rantai caping terdiri dari manik-manik berwarna merah peach dan perak.
Deskripsi Historis : Didapat tahun 1997 berasal dari Kepulauan Riau, biasa dipakai oleh bangsawan atau orang berada. Caping ini diperkirakan dipakai oleh keluarga Kerajaan Riau Lingga pada abad 17 (Sumber: Keterangan Narasumber Hamida, Seksi Koleksi Museum Sang Nila Utama)
Caping (dalam istilah Melayu) atau cupeng (dalam istilah Aceh), atau Jempang (dalam istilah di daerah Gowa) atau serupa “badong(istilah di Jawa yang dipakai di luar kain). Caping
merupakan bagian dari budaya dari suku-suku di Indonesia antara lain Melayu di sepanjang pesisir timur Sumatera, Bugis, Aceh dan beberapa suku bangsa di kawasan Asia tenggara. Selain menjadi koleksi Museum Sang Nila Utama, caping serupa juga menjadi koleksi di museum lainnya, antara lain di Tanjungpinang.
Ada beberapa pendapat tentang caping:
1. sebagai perhiasan asesoris perempuan dan memiliki fungsi sebagai alat penutup kelamin perempuan. Umumnya caping digunakan oleh para istri bangsawan atau gadis-gadis kerajaan untuk melindungi diri mereka dari gangguan atau aniaya pihak musuh atau lanun ketika ditinggal pergi berperang.
2. Caping digunakan oleh anak perempuan kecil.
3. Sebagai penutup faraj anak-anak balita, lakilaki dan perempuan.
Caping menurut Raja Ali Haji dalam Kitab Pengetahuan Bahasa yang terbit di Singapura tahun 1929, menyatakan bahwa: “caping yaitu nama pakaian perempuan yang menutup parajnya diperbuat daripada peraklah atau mas atau yang ada menaruh harta. Tiada adatnya perempuan yang sudah besar itu bercaping, dan terkadang diisti’arakan pula pada belakang-belakang perahu yang kecil-kecil, seperti sekoci dikatakan bercaping.Jadi, caping ini adalah bagian dari pakaian anak-anak perempuan yang menutup farajnya, terbuat dari perak atau emas atau benda-benda lainnya seperti tembaga, kuningan atau tempurung. Caping berbahan emas digunakan oleh anak-anak bangsawan, berbahan perak digunakan oleh anak-anak pembesar dan dari bahan lainnya digunakan oleh anak-anak rakyat biasa.
Namun caping juga digunakan oleh anak laki-laki sebagaimana terdapat di dalam foto reproduksi di dalam buku Barang Kemas Melayu yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia, tahun 1990.
Caping koleksi Museum Sang Nila Utama terbuat dari perak dengan bunga di bagian tengah terbuat dari batu berwarna pink atau jingga, sehingga caping ini merupakan pakaian penutup faraj anak-anak (terutama anak-anak) perempuan dari kalangan bangsawan di Kerajaan Lingga, yang telah berlangsung sejak abad ke-17. Terbukti dengan peristilahan ‘caping’ yang terdapat dalam Kitab Pengetahuan Bahasa karya Raja Ali Haji,
pujangga Kerajaan Melayu Lingga abad ke-19. Caping ini digunakan oleh anak-anak kecil sejak ia bisa pandai berjalan sekitar umur dua tahun sampai anak-anak pandai mengenakan kain sarung sendiri.
Di tempat lain, caping digunakan oleh anak-anak gadis atau istri-istri. Ada kepercayaan bahwa caping dapat menangkal roh jahat bagi pemakainya. Pemakaian caping untuk pertama kalinya, benang yang digunakan mengikat caping diberi mantra atau jampi-jampi oleh dukun. Pemakaian caping bagi kaum perempuan, baik sejak balita, anak-anak, gadis-gadis remaja atau istri-istri, menunjukkan bahwa budaya memberikan perhatian dan perlindungan kepada kaum perempuan.