Lintang: -7.5639029
Bujur: 110.7994393
Sebuah rumah besar tampak tua dan lusuh. Namun, ia masih megah berada di jantung kota Solo di Jalan Slamet Riyadi. Tak banyak yang tahu, rumah yang terletak di perempatan Purwosari, tak jauh dari Stasiun Purwosari, ini memiliki banyak kisah sejarah. Bangunan bertuliskan Villa Liberty. Posisinya di hook perempatan strategis antara dua jalan utama, Jalan Slamet Riyadi dengan Jalan Perintis Kemerdekaan. Bangunan tua di tengah geliat ekonomi menengah atas dari aktivitas Solo Center Point (SCP). Rumah ini dikenal masyarakat setempat dengan sebutan Omah Lowo. Lowo dalam bahasa Jawa berarti kelelawar. Ada yang bilang juga ini rumah Batman. Lowo dan Batman merupakan penamaan masyarakat dalam sepuluh tahun terakhir. Sebuah identitas yang disematkan karena memang kondisinya yang jauh dari perhatian. Omah Lowo diambil karena rumah ini dihuni ribuan bahkan puluhan ribu kelelawar.
Omah Lowo merupakan bangunan peninggalan Belanda pada abad ke-19. Tidak banyak sumber sejarah yang menyebut siapa yang pertama kali menghuni rumah seluas 1.500 meter persegi tersebut. Namun demi kian, ada catatan yang tertinggal dari rumah kelelawar ini. Pada 1945, Omah Lowo dimiliki keluarga Cina bernama Sie Djian Ho. Sie Djian Ho seorang sau dagar kaya penguasa bisnis penerbitan, per ke bunan, serta pemilik pabrik es di kota Solo. Sejak kemerdekaan RI, Omah Lowo sempat dijadikan basis persembunyian para prajurit Indonesia untuk menahan laju serangan Belanda dan Inggris yang ingin kembali menguasai Pulau Jawa. Sempat juga dijadikan gedung veteran, Omah Lowo pada dekade 1980-an beralih fungsi jadi kantor haji dan kamar dagang kota Solo. Omah Lowo berdiri di areal seluas 3.000 meter persegi. Meski telah banyak meng alami kerusakan, masih terlihat pola Eropanya. Atap langit-langit tinggi, ukuran daun pintu dan jendela setinggi tiga kali tinggi orang dewasa. Ada empat kamar tidur yang luas di dalamnya. Dua kamar di sisi kanan, dan yang dua lagi di sisi kiri dari arah pintu masuk, terpisah ruangan besar yang kemungkinan untuk ruang keluarga. Meski berstatus cagar budaya, kepemilikan Omah Lowo bukan atas nama pemerintah setempat. Sebab, untuk menebus rumah yang kini dimiliki seorang pengusaha itu, perlu merogoh kocek hingga Rp 15 miliar.