Lintang: -7.7993328
Bujur: 110.3646907
Sebagai bangunan tempat ibadah umat Kristen terutama bagi orang-orang Belanda dan khususnya bagi Pemerintah Hindia Belanda, menjadikan lokasi gereja satu lingkungan dengan Kantor Residen (sekarang Gedung Agung), yaitu berada di Jalan Margamulya poros sumbu filosofis Kota Yogyakarta.
Pada pertengahan abad ke-19, tepatnya pada Senin 10 Juni 1867, gedung gereja rusak parah, karena terdampak gempa bumi tektonik. Gedung gereja dibangun kembali pada masa Residen Hubert Desire Bosch (1865 – 1873). Gereja mendapat dukungan dana dari berbagai pihak dan juga bantuan dana dari Sri Sultan Hamengku Buwana VII (HB VII) (Gegeven over Djokjakarta, 1925).
Sri Sultan Hamengku Buwana VII merupakan sultan yang banyak melakukan pemulihan kembali (recovery) berbagai sarana fisik sebagai akibat adanya dampak gempa bumi pada saat itu. Bangunan yang berdiri sekarang ini merupakan hasil renovasi pascagempa bumi tahun 1867.
Bangunan ini berdiri di atas tanah seluas 745 m2 dan luas bangunannya 415 m2 . Bangunan tersebut mempunyai corak Indis dan mencitrakan konteks budaya pada zamannya. Pada bagian atap terdapat bentuk lucarne (jendela kecil duduk di atas kemiringan atap, selain untuk hiasan juga untuk memberikan aliran udara pada ruang dalam atap) pada sisi selatan yang juga terbuat dari seng. Secara keseluruhan, bangunan gereja terdiri atas tiga ruangan yang membujur dari timur ke barat, yakni ruang depan atau porch, ruang utama atau nave (ruang ibadah) dan ruang pastori. Sebelum memasuki ruang depan, terdapat pintu masuk dengan bentuk kupu tarung dari kayu jati. Pada bagian atas pintu terdapat vousoir (unit-unit batu yang disusun dalam bentuk melengkung di atas gerbang, pintu atau jendela).
Gereja ini diresmikan tanggal 11 Oktober 1857 dan pemberkatan gereja oleh Dominee C.G.S Begemann pada masa Brest Van Kempen sebagai residennya. Sejak dahulu hingga kini bangunan ini digunakan sebagai sarana ibadah umat Kristiani.
Bangunan ini berdenah persegi panjang menghadap ke timur dan bentuk bangunan perpaduan antara bentuk seni bangunan Belanda dan rumah tinggal tradisional. Bangunan ini beratap seng melengkung, pada bagian atap terdapat jendela kecil di atas kemiringan atap sebagai ventilasi udara. Bangunan ini terdiri dari ruang depan, ruang utama, dan ruang konsistor. Untuk memasuki ruang utama terdapat tiga pasang pintu kupu-kupu berbentuk segi duabelas. Pada dinding ruang utama terdapat tulisan ik ben het brood des levens (aku adalah roti kehidupan) di kanan mimbar, die in my gelooft heet eeuwige leven (yang percaya kepada Ku memperoleh kehidupan yang kekal) di atas mimbar dan hoort naar mijn stem (dengarkanlah suara Ku) di kiri mimbar